TEKNIK STRUCTURING
1.1 Pengertian
Structuring (pembatasan) adalah teknik yang digunakan konselor untuk memberikan batas-batas/pembatas agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam konseling.(Supriyo dan Mulawarman, 2006:27)
Structuring merupakan dimana konselor memberikan petunjuk tentang urutan langkah berfikir atau urutan tahap dalam pembicaraan yang sebaiknya diikuti, supaya akhirnya sampai pada pemecahan masalah/penyelesaian masalah.(Winkle, 1997:376)
Sejalan dengan itu, Lutfi dkk (2008) mengartikan structuring adalah teknik penginformasian dan penyepakatan akan perlunya dan diikutinnya batasan-batasan tertentu dalam proses konseling agar berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip layanan profesional.
Berdasarkan pengertian di atas kami dapat menyimpulkan bahwa teknik structuring adalah teknik dimana konselor menjelaskan tentang arti, keterbatasan (waktu, tindakan, peran, dan masalah), tujuan, dan kerahasiaan agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam konseling.
1.2 Tujuan Structuring
Menurut Lutfi dkk (2008: 35) menyebutkan beberapa tujuan strukturing, yaitu:
a) Konseli memperoleh orientasi yang tepat terkait konseling yang sedang ia jalani.
b) Diperoleh kesamaan persepsi dan harapan yang realistik dalam konseling
c) Diperoleh kepastian bersama apakah konseli mau menelanjutkan atau menghentikan proses konseling
d) Terbangun kesepakatan mengenai pola interaksi, tindakan, waktu, capaian, jaminan, dan konsekuensi pernyataan.
1.3 Fungsi Structuring
a. Konseli mendapatkan kerangka kerja konseling, sehingga konseli mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah konseli dan bagaimana konseli ikut terlibat didalamnya.
b. Membantu memperjelas hubungan antara konselor dan klien, memberikannya arah, melindungi hak masing-masing, peran, dan menjamin konseling yang sukses.
Selain itu, Day & Spracio (dalam Retno dan Eko, 2007: 71) mengemukakan tiga fungsi penting penggunaan struktur dalam proses konseling, yakni fungsi fasilitatif, fungsi teraputik, dan fungsi protektif. Tetapi konseling lebih memanfaat fungsi konseling sebagai fasilitatif untuk memunculkan ras tanggung jawab, komitmen dan keterlibatan atau partisi aktif klien dalam proses konseling. Selanjutnya Day & Spracio mengemukakan cara strukturing dalam memfasilitasi proses konseling sebagai berikut:
a. Melalui struktur konselor dapat mengkomunikasikan kepada klien tentang peran dan tanggung jawab dirinya dan diri klien dalam proses konseling serta arah dari proses konseling yang akan dilaksanakan
b. Struktur dapat menurunkan atau mengurangi jumlah, intensitas atau kesalah pengertian antara konselor dengan klien
c. Struktur dapat digunakan oleh konselor sebagai alat untuk menangani perbedaan-perbedaan, khususnya perbedaan dalam asumsi dan harapak konselor dengan klien.
d. Struktur dapat digunakan konselor untk menangani munculnya perasaan tidak pasti dan kecemasan klien berkeaan dengan hubungan atau proses konseling yang akan dilaksanakan.
e. Akan menjadikan peoses konseling lebih efisien
f. Dapat membuat konselor lebih nyaman dan percaya diri.
1.4 Kegunaan Structuring
a. Klien dapat merasakan adanya rencana yang rasional, merupakan peta jalan konseling menjelaskan tanggungjawab dalam penggunaan peta tersebut, dan mengurangi ambiguitas dalam hubungan tersebut.
b. Digunakan untuk memberikan kerangka kerja atau orientasi terapi kepada konseli atau penetapan batasan konseling
1.5 Aspek-aspek stucturing
Pada pokoknya structuring adalah penggambaran tentang proses konseling, structur adalah kerangka kerja yang digunakan pembimbing (konselor) kepada kliennya. Kerangka kerja ini diberitahukan kepada klien dengan jalan membicarakannya secara singkat tentang 4 aspek yaitu :
a. Tanggungjawab
Konselor memberikan informasi kepada klien tentang tanggungjawab.
b. Tujuan
Konselor menjelasakan kepada klien tentang proses konseling tersebut sehingga klien dapat mengutarakan permasalahan-permasalahan yang ada dalam dirinya dengan baik dan hasil yang dicapai dalam proses konseling menjadi optimal.
c. Fokus
Agar konseling dapat efektif, klien harus mengerti bahwa proses konseling akan berpusat pada satu masalah khusus.
d. Keterbatasan
Baik konselor maupun klien harus dapat menyadari tentang keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam proses konseling.
Keterbatasan tersebut mencakup :
1) Time Limit ( Pembatasan Waktu )
a) Konselor dan konseli bersama-sama membuat kesepakatan waktu
b) Konselor menyampaikan berapa lama konseling akan berlangsung
bisa dilakukan pada awal pertemuan, pada saat proses konseling hampir selesai, dan pada akhir pertemuan
c) Berfungsi agar konseli tahu berapa waktu yang tersedia, sehingga mareka dapat menyampaikan masalah yang dialami dengan tenang karena tidak terburu-buru waktu.
2) Role Limit ( Pembatasan Peran )
Konselor menjelaskan perannya dalam hubungan konseling, karena konseli kadang-kadang datang kepada konselor dengan konsepsi yang salah, misalnya :
a. Konseli menganggap konseling sebagai obat mujarab yang dapat menyembuhkan dengan cepat seperti memecahkan masalah dan memberikan nasihat.
b. Konseli menganggap bahwa tanggungjawab untuk sukses proses konseling terletak pada konselor.
Misalnya klien yang mempunyai masalah keuangan, dan melakukan proses konseling berharap bahwa dia bisa meminta uang pada konselor sehingga masalahnya selesai.
Dengan adanya masalah di atas maka konselor diwajibkan untuk menjelaskan kepada konseli bahwa dalam konseling yang menentukan keputusan/yang dapat memecahkan masalah adalah konseli sendiri, sedangkan konselor hanya membantu mengarahkan.
3) Problem limit ( Pembatasan Masalah )
Wawancara dilakukan untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Tidaklah mungkin dalam waktu yang singkat, kedua belah pihak dapat menyelesaikan dan membahas masalah yang terlalu banyak. Untuk itu usahakan agar dalam suatu wawancara tidak terlalu banyak masalah yang dibahas. Makin sedikit masalah yang dibahas, makin baik dan singkat waktunya. Seandainya konseli membawa lebih dari satu permasalahan maka masalah yang dibahas adalah masalah yang paling mendesak untuk dipecahkan.
4) Action Limit ( Pembatsan Tindakan )
Mengacu pada batasan-batasan tindakan yang boleh ataupun tidak boleh dilakukan oleh konseli dan konselor.
Pada teknik structuring ini, hubungan harus tetap berdasarkan empati, kewajaran, tidak menuntut, pengertian, acceptance, komunikasi, dan kondisi-kondisi lain sebelum terjadi interaksi yang berkaitan dengan masalah klien. Setelah proses structuring, konselor harus beralih pada mengidentifikasi masalah klien.
1.6 Contoh Percakapan
a. Time limit (Pembatasan Waktu)
Klien :“Bu, saya sebenarnya sulit sekali untuk mengatur uang bulanan saya, karena itulah saya kemari untuk membicarakannya dengan ibu”
Konselor :“Baiklah, anda kemari untuk membahas masalah anda dengan saya, namun perlu diketahui bahwa jam 12.15 nanti saya harus menghadiri suatu rapat di GSG dan kita hanya mempunyai waktu 50 menit. Oleh karena itu marilah kita gunakan waktu sebaik-baiknya. Nah sekarang ceritakanlah masalah apa yang sedang terjadi pada anda.”
b. Role limit (Pembatasan Peran)
Klien :“Baiklah Bu…kita bicarakan dulu masalah pertengkaran saya dengan teman saya. Menurut ibu apa yang harus saya lakukan agar kesalahpahaman ini cepat selesai.”
Konselor :“Anda ingin meminta saya memberi nasihat mengenai masalah anda? Perlu anda ketahui bahwa saya tidak bisa memberikan nasihat seperti yang anda inginkan. Tetapi marilah kita bicarakan bersama permasalahan anda, kemudian kita cari jalan keluarnya.” (role limit)
c. Problem limit (Pembatasan Masalah)
Klien :“Begini bu, kemarin saya habis bertengkar dengan teman saya gara-gara salah paham. Teman saya mengira saya merebut pacarnya. Karena masalah ini semua teman saya menjauhi saya. Akibatnya saya tidak dapat konsentrasi belajar. Bagaimana caranya saya dapat menyelesaikan masalah ini?”
Konselor :“ Dalam masalah yang anda kemukaan tadi, setidaknya ada satu masalah yang mengakibatkan dua masalah baru, yaitu tentang pertengkaran dengan teman anda, sehingga anda dijauhi oleh teman-teman dan kesulitan anda dalam berkonsentrasi belajar gara-gara masalah ini. Dari masalah-masalah tersebut, menurut anda mana yang mendesak untuk dibicarakan terlebih dahulu?”
d. Action limit (Pembatasan Tindakan)
Klien :”Saya bingung sekali bu, kenapa hal ini bisa terjadi. Padahal saya tidak pernah melakukannya, sepertinya ada yang menfitnah dan mengadu domba saya dengan teman saya.”(Sambil berteriak dan memukul meja)
Konselor :” Ia…Ibu mengerti bagaimana perasaan anda, tapi ingat ruangan ini bersebelahan dengan ruang guru. Saya yakin masalah anda tidak inginkan diketahui oleh orang lain. Kalau seandainya guru atau teman anda tahu, pasti anda sendirikan yang malu.”
Reassurance (jaminan dan dukungan)
Pengertian
Reassurance adalah pemberian kata jaminan atau ganjaran oleh konselor kapanpun konseli menunjukkan kemajuan yang berarti baik sekedar perencanaan kognitif maupun kemajuan dalam perubahan perilaku (lutfi dkk, 2008: 44)
Tujuan
Tujuan dari reassurance adalah
a. Terbangkitnya semangat konseli ke arah yang positif
b. Teredakannya keraguan, kecemasan da ketegagan konseli untuk melaksanakan perilaku.
c. Semakin menguatnya perilaku baru
d. Terdorongnya konseli untuk memperluas perilaku baru yang berhasil
e. Terbebaskannya konseli dari emosi yang menyakitkan, memalukan, ataupun menekan.
Manfaat
Manfaat dari reassurance untuk memotifasi klien untuk menampakkan perilaku baru yang positif yang mengarah pada perubahan positif sebagai hasil dari konseling. Selain itu memberikan perubahan, manfaat serta perilaku yang lebih baik.
Bentuk-bentuk reassurance
Bantuk khusus
1. Approval
Yaitu pemberian dukunang dilakukan bilaman perbuatan konseli jelas menguntungkan dirinya. Misalnya konseli semula enggan berbicara tiba-tiba ia mulai berbicara. Arah pembicaraan yang dilakukan oleh konselor untuk memotivasi konseli untuk lebih bersemangat dan membuka diri.
2. Postdiction
Postdiction dilakukan karena konselor yakin bahwa konseli jujur, maka konselor mamperkuat kesan positif dari perilaku baru yang menguntugkan konseli.
Struktur khas yang menandai bentuk posdiksi adalah kata kausalitas. Misalnya “setelah..., maka...” , “dengan upaya... ternyata...”
3. Prediction
Prediksi diberikan ketika konseli menyatakan rencana tindakan yang maju, diramalkan dapat mengutungkan diri konseli, tetepi konseli kurang yakin akan keberhasilan atas rencananya itu. Konselor menghargai rencana usaha dan memacu agar motivasi untuk mewujudkan usaha baik yang telah dipikirkan klien
4. Faktual reassurance
Dukungan faktual merupakan teknik peyakinan yang sangat halus, dengan maksud meringankan perasaan duka konseli dan bahwa konseli “tidak sendiri”. dengan demikian diarapkan mengurangi penderitaan menghadapi situasi yang tidak diharapkannya. Selainn itu dengan penguatan faktual membantu klien agar tidak merasa bersalah atas keadaan dirinya dan tetap berani meneguhkan perbuatannya.
Winkel, W.S. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo.
Supriyo dan Mulawarman. 2005. Ketrampilan Dasar Konseling. Semarang: Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNNES.
Hastuti, Tri Retno Dan Eko Darminto. 2007. Keterampilan-Keterampilan Dasar Konseling. Surabaya:Uness University Press.
Fauzan, Lutfi, nur hidayah dan M. Ramli. 2008. Teknik-Teknik Komunikasi Untuk Konselor. Malang : Universitas negeri Malang.
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Indifidual Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar